Saturday , 23 November 2024

Latar Belakang Rusia VS Ukraina, Ternyata Ini Pemicunya

SPIRITKAWANUANEWS–Rusia sudah mulai melancarkan operasi militer dengan menyerang Ukraina, Jumat (24/2) siang waktu setempat. Hal itu memicu harga komoditas dunia seperti minyak, emas, dan nikel meroket. Namun, bursa saham wilayah Asia merosot tajam.

Dilansir dari CNBCIndonesia.com, seperti apa kronologi kedua negara tersebut sebelum berkonflik seperti sekarang? Berikut rangkumannya seperti dikutip dari AFP.

Pada tahun 1991, Ukraina memberikan suara untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum. Presiden Rusia Boris Yeltsin pada tahun itu, menyetujui hal tersebut dan selanjutnya Rusia, Ukraina dan Belarusia membentuk Commonwealth of Independent States (CIS).

Namun, selama 5 tahun berikutnya, Ukraina mencari cara untuk melarikan diri dari perwalian Rusia dan sudah berlangsung selama tiga abad.

Ukraina menganggap bahwa CIS adalah upaya Rusia untuk mengendalikan negara-negara di bawah Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet. Ukraina dinilai semakin dekat dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) dengan menjalin hubungan dengan aliansi militer North Atlantic Treaty Organization (NATO).

Setelah berakhirnya perang dingin, Ukraina, Rusia, Inggris, dan AS pada Desember 1994 setuju untuk menghormati kemerdekaan dan kedaulatan perbatasan Ukraina. Kesepakatan itu sebagai imbalan untuk Ukraina karena telah menghapus senjata nuklir yang diwarisinya dari Uni Soviet.

Pada Mei 1997, Rusia dan Ukraina menandatangani perjanjian persahabatan. Hal tersebut adalah upaya untuk menyelesaikan ketidaksepakatan dengan mengizinkan Rusia untuk mempertahankan kepemilikan mayoritas kapal di armada Laut Hitam yang berbasis di Krimea Ukraina dan mengharuskan Rusia membayar Ukraina biaya sewa karena menggunakan Pelabuhan Sevastopol.

BACA JUGA  Polresta Manado berhasil Mengamankan Pelaku Penganiayaan Menggunakan Menjata Tajam

Rusia menjadi mitra komersial terpenting Ukraina karena bergantung penuh pada minyak dan gas Rusia.

Pada pemilihan presiden Ukraina tahun 2004, terjadi kecurangan pada kemenangan Viktor Yanukovych yang pro akan Rusia. Sehingga memicu protes besar Revolusi Oranye. Keributan menyebabkan pemungutan suara dibatalkan.

Namun, pada bulan Desember, Viktor Yuschenko berhasil menjadi Presiden Ukraina, setelah menjadi korban keracunan dioksin misterius selama kampanye.

Hal tersebut menandai awal dari era politik baru di Ukraina setelah 10 tahun berada di bawah kepemimpinan Leonid Kuchma. Viktor Yuschenko mengulangi keinginan Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa, meskipun ada keberatan dari blok negara Rusia.

Tahun 2008 pada pertemuan di Bucharest, para pemimpin NATO setuju bahwa Ukraina memiliki masa depan dalam aliansi dan memicu kemarahan Rusia. Selain itu, Rusia dan Ukraina terlibat dalam beberapa perselisihan, mengenai gas pada tahun 2006 dan 2009 sehingga mengganggu pasokan energi di Eropa.

Tahun 2010, Yanukovych terpilih menjadi Presiden Ukraina dan pada tahun 2013 dia memberhentikan pembicaraan tentang rencana perdagangan dengan Uni Eropa untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Rusia. Maka memicu protes besar-besaran selama berminggu-minggu yang membuat presiden yang pro Rusia itu mundur.

BACA JUGA  Lancarkan Serangan ke Ukraina, Donald Trump Puji Langkah Vladimir Putin

Pemberontakan yang berpusat di Lapangan Kemederkaan Kyiv memuncak pada Februari 2014 ketika polisi menembaki pengunjuk rasa. Sekitar 100 demonstran dan 20 petugas polisi tewas selama tiga bulan pemberontakan itu terjadi.

Yanukovych melarikan diri ke Rusia dan telah dimakzulkan (sebuah proses penjatuhan dakwaan oleh sebuah badan legislatif secara resmi terhadap pejabat tinggi negara) kepemerintahannya. Rusia merespons dengan mengirimkan pasukan khusus untuk menguasai situs-situs strategis di semenanjung Krimea Ukraina.

Pada Maret 2014, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani perjanjian yang menggabungkan Krimea ke Rusia. Aneksasi tersebut memicu krisis diplomatik terburuk antara Barat dan Rusia sejak jatuhnya Uni Soviet.

Kemudian pada bulan April, pemberontakan pro-Rusia meledak di kawasan timur industri Ukraina. Separatis pro-Rusia di Donetsk dan Luhansk menyatakan wilayah mereka merdeka.

Ukraina dan sekutu baratnya menuduh Rusia menghasut pemberontakan dan mengirimkan senjata dan pasukan untuk mendukung dua wilayah yang ingin memerdekakan diri tersebut. Bentrokan tersebut menjadi konflik besar-besaran pada bulan Mei dan menewaskan lebih dari 14.000 orang.

Setelah mengerahkan puluhan ribu tentara di perbatasan Ukraina, pada 21 Februari 2022 Putin mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk. Putin juga memerintahkan pasukan Rusia ke wilayah tersebut. Gelombang kecaman dan sanksi dari Barat menyusul ketika diplomasi gagal menghalangi Putin.

BACA JUGA  Lancarkan Operasi Militer ke Ukraina, Ini Sejumlah Negara yang Pro dan Kontra Rusia

Vladimir Putin mengumumkan operasi militer pada tanggal 24 Februari 2022 dengan ledakan terdengar di ibukota Kyiv dan bagian negara lain.

“Saya telah membuat keputusan operasi militer,” kata Putin dalam pengumuman yang mengejutkan di televisi Moskow.

Dia meminta tentara Ukraina untuk meletakkan senjata mereka dan menginginkan ‘demiliterisasi’ dari Ukraina. Presiden AS Joe Biden mengatakan serangan Rusia akan menyebabkan kehilangan nyawa dan penderitaan. Dia juga mengatakan bahwa Rusia akan bertanggungjawab atas tindakannya.

Tindakan Putin tersebut memberikan sentimen terhadap harga sejumlah komoditas. Hari ini, harga minyak dunia jenis Brent melonjak tembus US$ 100/barel yang artinya sudah melesat 2,85%, sementara itu jenis light Sweet WTI melompat 3,01% menjadi US$ 94,9/barel.

Harga komoditas lain seperti nikel dan minyak kelapa sawit juga meroket yang masing-masing sebesar 1,9% dan 5,88% pukul 11:05 WIB. Harga emas dunia meroket tinggi lebih dari 1% di US$ 1.928/troy ons yang menjadi nilai tertinggi sejak 6 Februari 2021. Namun, di pasar saham dunia, tercatat bursa saham Asia merosot tajam dan berada di zona koreksi.(***)

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published.