SPIRITKAWANUANEWS, Jakarta–Terpilihnya Zainudin Amali sebagai Wakil Ketua Umum PSSI meski saat yang sama masih menduduki jabatan penting sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga mendapatkan pandangan yang beragam. Ada yang mendukung, namun ada juga yang menyayangkan dengan argumentasi masing-masing.
Sekretaris Jenderal Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957, Dr. M. Sabil Rachman menilai kedua posisi Zainudin Amali tersebut bisa berjalan bersamaan.
“Kedua posisi tersebut baik Menpora maupun Waketum PSSI sebenarnya bisa berjalan simultan dan tidak saling mengganggu, bahkan dapat mendukung satu sama lain,” kata M. Sabil Rachman, Senin (27/2).
Namun, demikian, Sabil menyebutkan jika pilihan politikus senior Golkar itu mundur dari Menpora dan fokus pada posisi dan peran di PSSI maka setidaknya ada dua hal pembelajaran untuk publik yakni.
Pertama, kata dia, Zainudin Amali hendak menunjukkan bahwa sekalipun keduanya baik untuk bangsa. Tetapi sebagai pejabat politik yang bertanggungjawab atas pengembangan keolahragaan tidak boleh bersifat mendua.
“Maka posisi Menpora harus berada dalam tanggungjawab dan lingkup pembinaan serta koordinasi terhadap seluruh cabang olah raga,” katanya.
Kedua, kata mantan Sekretaris Jenderal DPP Barisan Muda Kosgoro 1957 ini, sebagai Wakil Ketua Umum PSSI dengan lingkup dan tanggungjawab besar terhadap olahraga yang digemari oleh kurang lebih 70 persen penduduk Indonesia, maka dapat menyertakan efek sosial dan ekonomi yang luar biasa baik dari aspek kohesitas sosial kebangsaan maupun pada aspek distribusi ekonomi.
“Maka, menjadi Waketum PSSI adalah jalan bagi upaya menjaga rantai persatuan di satu sisi dan penguatan efek ekonomi bola. Pada sisi yang lain,” ujarnya.
Dengan begitu, pemaknaan dan pemahaman atas posisi seperti inilah yang nampaknya memengaruhi sikap Zainudin Amali yang bagi banyak orang tidak lazim dan bahkan sangat tidak biasa saat justru rangkap jabatan seolah menjadi tradisi dan hal yang biasa- biasa saja.
“Rangkap jabatan publik atau politik dengan ketua umum cabang olah raga yang selama ini terjadi, selain karena kebutuhan juga tidak menyebabkan sikap yang mendua dan ambivalen. Karena pejabat bersangkutan tidak bertanggungjawab langsung terhadap pembinaan Cabor sebagaimana yang menjadi peran dan tanggungjawab Menpora,” jelasnya.
Diluar hal diatas, katanya, maka posisi pejabat publik yang memimpin Cabor justru akan menjadi insentif bagi Cabor bersangkutan dan karena itu penting diapresiasi.
“Selanjutnya, posisi Menpora yang juga menjadi Waketum PSSI lalu memutuskan mundur sebagai Menpora karena keinginan dan tanggungjawab untuk fokus mengelola dan membina serta mengembangkan persepakbolaan nasional juga harus kita apresiasi,” ujarnya.
“Zainudin Amali yang juga kader senior Golkar ini ingin memberikan contoh dan bahkan legacy bagi bangsa ini. Bahwa pada jabatan apapun dan dimanapun harus fokus. Sikap ini bisa mendorong terjadinya perubahan kultur yang luar biasa bukan hanya di PSSI tetapi pada bangsa ini. Sebagai kader Golkar, maka harus bangga bahwa yang mewariskan legacy itu adalah kader Golkar sebuah pembelajaran yang luar biasa bagi masa depan bangsa,” pungkasnya.(***)